Mistisisme dijumpai dalam semua agama, baik agama teistik (islam, kristen dan yahudi) maupun dikalangan mistk nonteistik (misalnya penganut agama buddha). Menurut Prof. Harun Nasution, dalam tulisan Orientalis Barat, mistisisme yang dalam islam adalah tasawuf disebut sufisme. Sebutan ini tidak dikenal dalam agama-agama lain, melainkan khusus untuk sebutan mistisisme islam (Harun Nasution, 1973:56). Sebagaimana halnya mistisisme, tasawuf atau sufisme mempunyai tujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan. Intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi atau dialog antara roh manusia dengan tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi (Harun Nasution, 1972:56). Kesadaran berada dekat tuhan itu dapat mengambil bentuk ijtihad, bersatu dengan tuhan.
Ciri khas mistisisme yang pertama kali menaril para ahli psikologi agama adalah kenyataan bahwa pengalaman-pengalaman mistik atau perubahan-perubahan kesadaran yang pencapai puncaknya dalam kondisi yang digambarkannya sebagi kemanunggalan. Kondisi ini digambarkan oleh mereka yang mengalami hal itu dirasakan sebagai pengalamn menyatu dengan Tuhan.

Dengan demikian, mitisisme menurut pandangan psikologi agama, hanya terbatas pada upaya untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan tertentu yang terdapat pada tokoh-tokoh mistik tanpa harus mempermasalahkan agama yang mereka anut. Mistisisme merupakan gejala umum yang terlihat dalam kehidupan tokoh-tokoh mistik, baik yang teistik maupun nonteistik.
Latar Belakang Sejarah Perkembangan Timbulnya Mistisisme :
1. Sejarah Perkembangan Aliran Kepercayaan
Manusia dan masyarakat hidup dalam dua lingkungan, yaitu lingkungan alam dan lingkungan masyarakat. Lingkungan alam meliputi, benda organis dan anorganis yang hidup disekitar manusia dan lingkungan masyarakat adalah masa manusia yang berada disekitarnya.
Didorong oleh keinginan untuk mempertahankan hidupnya, maka timbul keinginan mereka untuk mencari jalan agar pengaruh alam itu tidak merugikan dan membinasakan mereka. Berdasarkan kondisi sosial budaya yang mereka miliki dicarilah usaha untuk menguasai alam dengan kekuasaan gaib sejalan dengan kekuatan alam yang bagi mereka merupakan kekuatan gaib.
Diciptakanlah mantera-mantera yang dianggap sakti untuk menguasai, menangkal atau membinasakan kekuatan gaib alamiah itu.  Perkembangan itu melibatkan masyarakat umum dan individu yang bersifat umum berkembang menjadi kultus dan individualis berkembang menjadi perdukunan.
2. Hal-Hal yang Termasuk Mistisisme
a. Ilmu Gaib
Yang dimaksud dengan ilmu gaib disini adalah cara-cara dan maksud mengunakan kekuatan-kekuatan  yang diduga ada di alam gaib, yaitu yang tidak dapat diamati oleh rasio dan penngalaman fisik manusia.
Kekuatan-kekuatan gaib ini dipercayai ditempat-tempat tertentu, pada benda-benda (pusaka) ataupun berada dan menjelma dalam tubuh manusia.
Sejalan dengan kepercayaan tersebut timbullah fetisen, tempat keramat dan dukun sebagai wadah dari kekuatan gaib. Berdasarkan fungsinya kekuatan gaib itu dapat dibagi menjadi:
1) Kekuatan gaib hitam (black-magic), untuk dan mempunyai pengaruh jahat.
2) Kekuatan gaib merah (red-magic), untuk melumpuhkan  kekuatan atau kemauan orang lain (hypnotisme)
3) Kekuatan gaib kuning (yellow-magic), untuk praktik occultisme
4) Kekuatan gaib putih (white-magic), untuk kebaikan
b. Magis
Untuk menjelaskan hubungan antara unsur-unsur kebatinan ini kita pertentangkan magis ini dengan masalah lain yang erat hubungannya:
1) Magic dan takhayul
Orang percaya bahwa membunuh seseorang dapat dipergunakan bagian yang berasal dari tubuh orang yang dimaksud. Misalkan, untuk membunuh musuh dengan cara membakar rambut atau kukunya.
2) Magis dan ilmu gaib
jika kita pergunakancontoh di atas, maka mempercayai kemampuan membunuh dengan menggunakan keampuhan rambutdann kuku melalui suatu proses penglahan tertentu secara irasional tergolong ilmu gaib
3) Magis dan kultus
4) Dan dianggap mempnyai kekuatan memaksa kehendak kepada supernatural (tuhan). Kultus merupakan perbuatan yang terbatas pada mengharap dan mempengaruhi supernatural (tuhan).
c. Kebatinan
Menurut pendapat Prof.Djojodiguno, S.H. berdasarkan hasil penelitiannya di indonesia, aliran kebatinan dapat dibedakan menjadi:
1) Golongan yang hendak menggunakan kekuatan gaib untuk melayani berbagai kepeluan manusia (ilmu gaib)
2) Golongan yang berusaha untuk mempersatukan jiwa manusia dengan tuhan selama manusia itu masih hidup agar manusia itu dapat merasakan dan mengetahui hidup di alam baka sebelum manusia itu mengalami mati
3) Golongan yang berniat mengenal tuhan (selma manusia itu masih hidup) dan menebus dalam rahasia ke-tuhanan sebagai tempat asal dan kembalinya manusia
4) Golongan yang berniat untuk menempuh budi luhur di dunia serta berusaha menciptakan masyarakat yang saling harga-menghargai dan cinta-mencintai dengan senantiasa menginddahkan perintah-perintah tuhan
d. Para Psikologi
Menurut ilmu jiwa, gejala jiwa manusia itu dapat dibagi atas:
1) Gejala jiwa yang normal, yang terdapat pada orang yang normal
2) Gejala jiwa yang abnormal terdiri dari:
a) Gejala jiwa supranormal
b) Gejala jiwa paranormal
c) Gejala jiwa abnormal
Gejala-gejala jiwa paranormal ini dimiliki seseorang berdasarkan anugrah yang Maha Kuasa tanpa dipelajari, sehingga mempunyai kemampuan melebihi gejala jiwa orang yang normal, berupa:
1) Kemampuan mengetahui sesuatu peristiwa sebelum terjadi
2) Kemampuan perubahan-perubahan tanpa menggunakan kekuatan yang terdapat dalam fisik
e. Aliran Kebatinan dan Schizoprenia
Akibat psikologis lainnya dari aliran kebatinan dapat berupa:
1) Pemimpin terlalu terlibat secara emosional terhadap pengikutnya: jatuh cinta, free sex, dan lain-lain
2) Pemimpin cenderung untuk membiarkan individu tergantung pada karismanya yang mungkin mengarah kepada kultus individu
3) Sering terjadi unsur eksploitasi dari pribadi-pribadiyang mengidap paranoida yang ingin menarik simpati
4) Memungkinkan terjadinya depresi yang menjurus ke arah pengorbanan diri dan keinginan bunuh diri (suicide)
Menurut Evelyn Underhill stadium meditasi itu umumnya adalah:
1) Kebangunan diri pribadi kearah realitas ke-Tuhanan
2) Purgation, yaitu suatu stadium kesediaan dan usaha
3) Illumination, yaitu stadium kegembiraan yang sebenarnya menjurus ke suatu eksaltasi
4) Purifikasi, yaitu kesempurnaan pribadi. Individu menyadari antara kehadiran Tuhan dengan penyatuan diri dengan Tuhan
5) Persatuan dan kehidupan absolut
Ditinjau dari gejala penderita schizoprenia, maka tampak ciri-ciri yang hampir sama. Penderitaan schizoprenia (schizoprenik) mengalami gejala-gejala:
1) Penderita tak dapat membedakan antara ego dan dunia luar sehingga dalam penghayatan dirinya dan dunia luar menjadi satu
2) Cenderung untuk menafsirkan sesuatu yang kadang-kadang irrealistik dan melakukan tindakan yang asosial
3) Timbulnya halusinasi, sehingga dapat menimbulkan frustasi seta perbuatan nekat
f. Tasawuf dan tarikat
Tasawuf disebut juga mistisisme islam memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada dihadirat Tuhan. Untuk berada dekat dengan tuhan orang harus menempuh jalan yang panjang yang berisi stasiun-stasiun yang disebut maqamat. Di antara stasiun-stasiun ini adalah, taubat, faqir, sabar, tawakal, ridha dan fana.
Pelaksanaan tarikat itu diantaranya:
1) Zikir
2) Ratib
3) Muzik
4) Bernafas
Tarikat itu pada mulanya adalah tasawuf kemudian berkembang dengan berbagai paham dan aliran yang dibawa oleh para syaikhnya, melembaga menjadi suatu organisasi yang disebut tarikat. Tasawuf atau mistisisme menurut Harun Nasution, dijumpai dalam setiap agama.
Dalam ajaran islam diakui adanya konsep al-sab’ah min khawariq al-‘adat (keajaiban yang tujuh), yakni: 1) irhasy, 2) mukjizat; 3) karomah; 4) maunah; 5) istidraj; 6) khizlanah; dan 7) sihir. Ketujuhnya disebut keajaiban, karena secara logika proses terjadinya sama sekali berada diluar jangkauan kemampuan akal manusia. Berangkat dari pemahaman konsep dimaksud, maka semua yang menyangkut tujuh hal ini berada di luar kajian empiris.
Kasus-kasus yang sulit diungkapkan secara empiris ini, sering dinilai sebagai menyalahi logika berpikir. Semuanya dianggap berada di luar kawasan kajian ilmiah. Kajian psikologi agama akan mengalami benturan, bila dihadapkan kepada kasus-kasus serupa itu.
DAFTAR PUSTAKA

   Prof. Dr. Jalaluddin. Psikologi Agama. Rajawali Press. Jakarata
   Heni Narendrany Hidayati. Andi Yudiantoro. Psikologi Agama. UIN Jakarta Press
   Darajat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
4.5

0 komentar:

Post a Comment

Terima Kasih atas kunjungan dan komentarnya pada Blog ini. Thanks atas setiap Komentar, Masukkan, Saran, dan Kritik Y dapat membangun blog ini agar lebih baik lagi kedepannya. Berkomentarlah sesuai dengan Isi Bahasan Artikel. Mohon dengan Sangat Kepada Sobat-sobat untuk tidak berkomentar Y berbau unsur:
- Sara
- Pornografi
- No Spam !!! [Komentar menyertakan link aktif akan otomatis terdelete]
Terima Kasih atas Kunjungannya Sobat,,
Salam Sukses dari AF Sahabat Artikel

 
Top